Kamis, 12 November 2015

Yang Berjatuhan di Jalan Dakwah – Fathi Yakan

Bergugurannya orang-orang yang memperjuangkan dakwah telah menjadi masalah yang mewarnai perjalanan suatu gerakan dakwah Islam dimanapun dan kapanpun gerakan tersebut eksis. Fenomena tasaquth (berguguran) dan insilakh (melepaskan diri dari dakwah) sangat bisa menggerogoti setiap muslim yang bergabung dalam gerakan dakwah Islam apapun; dakwah di bidang politik, sosial, akademik, masyarakat, maupun keprofesian.



Bergugurannya seseorang di jalan dakwah bermakna pengunduran dirinya dari kancah perjuangan Islam, baik dengan perkataan atau mungkin cukup dengan sikapnya yang semakin menjauh dari dakwah. Hilangnya semangat juang, kaburnya niatan ikhlas, ketidakdisiplinan, berkurangnya porsi waktu untuk mengurus dakwah, meremehkan berbagai fadhilah atau keutamaan dakwah, serta mengabaikan ketetapan syari’at merupakan indikasi seseorang tergerogoti ‘virus’ tasaquth ini. Bukan berarti ia tidak mengerti Islam atau dakwah, bahkan mungkin ia sangat mengerti Islam, dakwah, dan syari’at, dan pada masa sebelumnya ia termasuk dalam orang-orang yang sangat bersemangat mengobarkan api perjuangan dakwah. Tetapi tasaquth yang menggerogoti dirinya disebabkan ketidak-kuatan jiwanya dalam menanggung sengitnya perjuangan dakwah yang panjang nan melelahkan serta beragam variasi bentuk fitnah atau ujian yang dia alami di setiap perubahan waktu dan kondisi.

Di satu sisi, memang Allah ‘Azza wa Jalla telah menetapkan dakwah sebagai kewajiban syar’i dan memiliki tabi’atnya sendiri. Jalan dakwah adalah jalan ujian, dalam rangka menguji tingkat keimanan seorang Muslim. Inilah inti dari segala bentuk tabi’at jalan dakwah. Memang, kemenangan dan tegaknya Islam merupakan tujuan konkret dakwah. Namun Allah ‘Azza wa Jalla tidak pernah memaksa para pejuang-Nya untuk bersegera mewujudkan hal ini, karena kemenangan hanya datang dari sisi-Nya. Justru dalam berbagai keterangan dalam Al-Qur’an, Allah seringkali mewasiatkan pada hamba-Nya yang berjuang untuk tetap pada rambu-rambu yang digariskan syari’at, bersabar dalam menghadapi fitnah, ikhlas demi kehidupan akhirat, mencintai bentuk-bentuk pengorbanan, dan berhati-hati dalam menghadapi gejala tasaquth.

Ini menandakan bahwa fenomena bergugurannya orang-orang Muslim dari jalan dakwah-ujian ini telah ada akan selalu ada. Rasulullah saw. bersabda, “Bagaimana kalian, jika wanita-wanita telah bejat, para pemuda berbuat fasik dan kamu meninggalkan jihad?” Para sahabat bertanya, “Apakah hal demikian bakal terjadi wahai Rasulullah?” Nabi menjawab, “Benar, dan demi yang diriku dalam genggaman-Nya, lebih dahsyat dari itu pun bakal terjadi. Bagaimana kalian jika kalian tidak memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar?” Para sahabat bertanya, “Apakah hal itu bakal terjadi wahai Rasulullah?” Nabi menjawab, “Benar, dan demi yang diriku berada dalam genggaman-Nya, lebih hebat dari itupun bakal terjadi.” Mereka bertanya, “Apakah yang lebih hebat itu?” Nabi menjawab, “Bagaimana jika kalian memandang yang ma’ruf sebagai yang munkar dan memandang yang munkar sebagai yang ma’ruf.” Para sahabat bertanya, “Apakah hal demikia bakal terjadi?” Nabi menjawab, “Benar, dan demi yang diriku dalam genggaman-Nya, lebih dahsyat dari itu pun bakal terjadi. Bagaiamana jika kalian memerintahkan yang munkar dan melarang yang ma’ruf?” Para sahabat bertanya, “Apakah demikian bakal terjadi?” Nabi menjawab, “Benar, lebih hebat dari itu pun bakal terjadi. Allah swt. berfirman dalam hadits Qudsi, ‘Demi Diriku, Aku bersumpah akan kutimpakan kepada mereka fitnah di mana orang-orang bijak menjadi kebingungan.’” (Abu Ya’la)

Di sisi lain, keniscayaan terjadinya fenomena tasaquth ini sama sekali tidak boleh membuat kita menganggapnya sebagai sebuah kewajaran. Bahkan kita terus dituntut untuk serius berusaha meminimalisir terjadinya tasaquth ini dengan segala upaya demi menyelamatkan dan menjaga keberkahan gerakan dakwah yang kita perjuangkan.

Dalam kajiannya, Fathi Yakan menjelaskan analisis tentang fenomena tasaquth ini disertai penyebab-penyebab terjadinya. Harapannya, dengan mengetahui penyebab-penyebab tasaquth, setiap Muslim yang memperjuangkan dakwah dapat lebih mawas diri dalam amal-amalnya.

Mukadimah

Perlu diingat bahwa fenomena berjatuhan ini banyak terjadi dan menimpa pada barisan terdepan. Yaitu, para pendiri dan generasi awal pergerakan, meski para penerusnya juga tidak terbebas dari fenomena tersebut. Fenomena berguguran ini telah, dan akan selalu menorehkan keburukan dalam kancah amal Islami. Berikut penulis sebutkan beberapa dampak buruknya.

Menyebabkan terkurasnya waktu dan energi pergerakan dalam menangani hal-hal yang sedikit sekali manfaatnya.
Menyebabkan tersebarnya berbagai fitnah, perpecahan, dan kehancuran dalam tubuh pergerakan, hingga mementahkan kembali orang-orang yang baru masuk Islam dan baru mengenal dunia dakwah.
Menyebabkan terbongkarnya berbagai rahasia yang seharusnya tersimpan rapi. Andaikata tidak ada tekanan fitnah, dan lidah serta telinga tidak terjerat dalam cengkeraman setan, maka rahasia itu  tidak akan terungkap.
Menyebabkan lemahnya pergerakan, serta memancing musuh agar segera menyerang dan menghancurkannya.
Menyebabkan jauhnya kaum muslimin dari pergerakan, melemahnya kepercayaan dan terjadinya pelecehan terhadapnya. Ini semua dapat memandulkan produktivitas, bahkan terkadang dapat menghentikan aktivitas dakwah secara total.
Lihat QS Al-Anfal : 25

Bagian Pertama: Fenomena Berjatuhan di Masa Kenabian

Fenomena berjatuhan di jalan dakwah pada masa kenabian tidak tampak jelas seperti yang terjadi pada zaman modern sekarang ini. Kebanyakan yang terjadi pada masa itu adalah terjatuhnya beberapa pribadi ke dalam kekeliruan, meski sebagiannya merupakan kesalahan besar. Hal ini disebabkan tabi’at amal pada masa itu membawa manusia pada salah satu dari dua pilihan, dan tidak ada pilihan yang ketiga. Yakni, memilih hidup secara Islami atau jahiliyah. Hal ini menyebabkan, kaum muslimin pada masa itu tak berani keluar dari barisan Islam, karena takut pada sanksi kemurtadan.

Fenomena Pertama: Yang Tertinggal dari Perang Tabuk

Perang Tabuk adalah perang yang disiapkan oleh Rasulullah saw. secara terang-terangan dalam rangka menghadang kaum Romawi dan Ghassan di utara yang diisukan bahwa mereka menyiapkan segelar pasukan yang besar. Perang ini amat penting, namun saat itu sedang terjadi musim kemarau panjang dan buah-buahan sedang masak. Karena itu, peperangan ini Allah jadikan sebagai pelajaran berat bagi kaum mu’min sekaligus mengeliminasi kaum munafik, sebagaimana yang diterangkan dalam beberapa ayat surat At-Taubah.

Sebanyak tiga puluh ribu prajurit Muslim berangkat, meninggalkan kaum muslim yang secara syar’i diperbolehkan untuk tidak mengikuti peperangan. Namun, di antara mereka ada segelintir orang munafik yang mencari-cari alasan untuk tidak mengikuti peperangan. Bukan berarti mereka tidak mampu, namun hati mereka menjadi kecut dalam menghadapi perang pada masa itu.

Tatkala Rasulullah saw. kembali ke Madinah, orang-orang yang tidak mengikuti peperangan mengemukakan alasan-alasan mereka. Namun, di antara mereka ada tiga orang yang dalam hatinya masih tertanam keimanan yang kuat. Mereka mengakui kelalaiannya di hadapan Rasul, dan mengatakan bahwa tidak ada halangan berarti untuk mengikuti peperangan. Berdasarkan wahyu yang diterima, Rasulullah saw. memerintahkan untuk mengisolir mereka (tidak mengajak bicara sedikitpun). Mereka adalah Ka’ab bin Malik, Murarah bin Rabi’, dan Hilal bin Umayyah. QS At-Taubah : 95-96, 117-119

Fenomena Kedua: Kisah Ka’ab bin Malik

Ka’ab bin Malik adalah salah satu dari tiga orang yang di-iqob oleh Rasul, dan kisahnya amat terkenal. Ka’ab dan ketiga sahabat yang lain diisolir hingga lima puluh hari setelah Allah menurunkan ayat yang menerangkan penerimaan taubat mereka di sisi Allah.

Fenomena Ketiga: Kisah Hathib Abi Balta’ah

Hathib bin Abi Balta’ah dapat dikatakan melakukan sesuatu yang dewasa ini dianggap sebagai pembocoran rahasia negara dan pengkhianatan besar, sehingga memunculkan sikap anti pati dari massa dan sikap pemaaf dari kepemimpinan.

Saat Rasulullah saw. merencanakan pemberangkatan segelar pasukan muslim menuju Makkah, beliau berusaha menjaga agar orang-orang Makkah tidak tahu menau mengenai pemberangkatan ini, dengan tujuan mereka tidak sempat mengadakan persiapan sedikitpun untuk melawan, sehingga seluruh kondisi sepenuhnya dikuasai kaum Muslimin. Namun, secara sembunyi-sembunyi Hathib bin Abi Balta’ah mengirimkan surat untuk orang-orang Makkah tentang pemberangkatan ini, dengan perantara seorang wanita. Namun, kabar ini dapat diketahui Rasulullah saw. dan akhirnya terbongkar. Para sahabat sangat geram, namun Rasulullah saw. memaafkan tingkah Hathib ini sebagai penghormatan dirinya sebagai pejuang Badar. Berkenaan dengan peristiwa ini, turun QS Al-Mumtahanah : 1-4.

Fenomena Keempat: Masjid Dhiror

Kaum munafik pada zaman Rasulullah saw. selalu mencari-cari celah untuk menggoyahkan kekuatan kaum Muslimin dari dalam. Karena itu, mereka mendirikan Masjid Dhiror dengan dalih sebagai tempat ibadah dan menyelesaikan persoalan sosial ummat. Mereka meminta Rasulullah saw. untuk shalat di masjid mereka, sepulang dari perang Tabuk. Namun, Rasulullah saw. menerima informasi dari wahyu bahwa masjid tersebut digunakan oleh kaum munafik sebagai tempat menyusun konspirasi. Karena itu, Allah memerintahkan Rasul untuk membakar masjid tersebut. QS At-Taubah : 107.

Fenomena Kelima: Berita Bohong

Berita bohong ini berkenaan dengan istri Rasulullah saw. pada peristiwa pasca perang Bani Musthaliq. Berita bohong ini sengaja disebarluaskan oleh kalangan orang-orang munafik dalam rangka menghancurkan harga diri Rasulullah saw. dan keluarganya. Allah swt mengabadikan peristiwa ini di dalam QS An-Nur : 11 – 23.

Fenomena Keenam: Kisah Abu Lubabah

Abu Lubabah adalah duta Rasulullah saw. untuk kaum yahudi Quraizhah saat orang-orang Islam mengepung mereka akibat pengkhianatan mereka pada perang Ahzab. Rasul memerintahkan Abu Lubabah untuk berbicara dengan orang-orang Yahudi, namun ia berkhianat. Karena merasa bersalah, ia mengikatkan diri di tiang masjid Nabi dan tidak akan melepaskannya kecuali Rasulullah saw. sendiri yang melepasnya. Berkenaan dengan peristiwa ini, turun QS Al-Anfal : 27, At-Taubah : 102.

Problem dan krisis yang sering muncul di masyarakat, dan menimpa umat Islam, kebanyakan bersumber dari buruknya tarbiyah serta lemahnya komitmen seseorang pada syari’at Allah.

Rusaknya sifat amanah, timbulnya ambisi kekuasaan, minimnya kesetiaan, pengingkaran terhadap kebaikan, pergunjingan dan adu domba, kebencian dan iri hati, bangga diri, ekstrem, serta berbagai penyakit lain yang menggerogoti dan meracuni bangunan Islam biasanya bermula dari penyimpangan dalam tarbiyah Islam dan buruknya kepribadian.

Kondisi ini semakin memperkuat, bahwa pergerakan Islam harus memberikan perhatian besar pada aspek pendidikan aqidah, ruhaniah dan akhlak. Juga, mencegah dominasi aspek-aspek lainnya, seperti birokrasi dan politik. Sebab aspek itu (pendidikan aqidah, ruhaniah, dan akhlak) meruppakan kendali pengaman kepribadian.

Sebab-sebab Tasaquth

Pertama: Sebab-sebab yang Bersumber dari Pergerakan

1.  Lemahnya Aspek Tarbiyah

Aspek tarbiyah atau pendidikan dalam suatu pergerakan (harakah) terkadang hanya mendapat porsi yang terbatas. Sementara, aspek-aspek lainnya, seperti administrasi organisasi, dan politik mengalahkan segala hal. Kalangan yang kerap kali terjebak seperti itu adalah para pemimpin, administrator, dan orang-orang yang memegang urusan politik dan sosial. Sehingga, membuat mereka putus hubungan dengan tarbiyah serta segala urusan yang berkaitan dengannya. Pada gilirannya, hubungan-hubungan, pertemuan-pertemuan, dan aktivitas-aktivitas mereka menjadi kering dan sepi dari kehidupan Robbani juga kesegaran ruhani. Keterangan: QS Al-Fath: 4, QS Al-Kahfi: 13, QS Maryam: 76, QS Muhammad: 17, QS Muddatstsir: 31.

Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya iman itu bisa menjadi lusuh dalam diri salah seorang dari kamu sebagaimana lusuhnya pakaian. Karena itu, mohonkanlah kepada Allah agar Dia memperbaharui iman yang ada di dalam hatimu.” (HR At-Thabarani dan Al-Hakim).

Perhatian setiap individu, baik sebagai bawahan maupun atasan, terhadap tarbiyah seharusnya menjadi kesibukan utama bagi sebuah pergerakan. Bagaimanapun kondisi yang terjadi di sekelilingnya, bahkan situasi buruk apapun yang kadang mengiringi jalannya dakwah, tetap harus memperhatikan tarbiyah, bukan malah sebaliknya. Sebab kebutuhan manusia akan pemeliharaan, perhatian dan peringatan justru lebih besar pada situasi darurat.

Islam juga mengharuskan umatnya untuk selalu memperhatikan diri, merasa selalu dipantau oleh Robbnya, menjaga perilakunya dan menyuburkan keimanannya. Sebab, hati seorang mukmin akan selalu berada di antara jari-jari Ar-Rahman. Ia dapat membolak-balikkannya sesuai kehendak-Nya dan berbagai fitnah dapat merasuk ke dalam hatinya secara bertahap, sebagaimana anyaman tikar. Karena itu, seorang mukmin selalu khawatir mendapat kesengsaraan di akhirat dan selalu memohon kepada Allah swt. agar mendapat kesudahan yang baik (khusnul khotimah).

Apabila sebuah harakah tidak memiliki sistem tarbiyah yang mampu mengontrol, menjaga, dan membina anggotanya, maka akan menemui keruntuhan dan kehancuran. Sebaliknya, pergerakan akan memiliki ketahanan dan kesolidan seukuran perhatian yang diberikannya pada aspek pembinaan.

Karena itu, manhaj (metode) pembinaan harus selalu dikaji, serta disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi yang dilalui oleh pergerakan. Aktivitas tarbiyah tidak boleh berhenti atau terputus karena adanya situasi darurat, atau karena perhitungan dari salah satu aspek operasional. Dan seluruh anggota pergerakan, tanpa kecuali, wajib mendapat kontrol tarbawi dengan mekanisme tertentu.

Ikatan individu dengan pergerakan harus dibangun di atas ikatannya dengan Allah dan ajaran Islam. Sebab, pergerakan atau struktur bukan tujuan. Melainkan sarana untuk melaksanakan perintah Allah dan menggapai keridhoan-Nya, bukan sarana untuk mewujudkan kepentingan pribadi para aktivisnya.

2.  Tidak Proporsional dalam Memposisikan Anggota

Problem ini selalu mengantar pada kegagalan aktivitas dan bergugurannya sebagian aktivis. Pergerakan yang profesional dan matang adalah pergerakan yang mengetahui kemampuan, kecenderungan, dan bakat para anggotanya. Juga, mengenal titik-titik kekuatan dan kelemahan mereka. Dengan begitu lembaga ini dapat menempatkan setiap anggota pada posisi sesuai dengan kemampuan, kecenderungan, watak, dan levelnya. Tidak asal pasang orang.

Bila sebuah lembaga pergerakan tidak mengenal potensi anggota-anggotanya secara detail dan teliti, maka tidak akan berhasil memposisikan mereka secara tepat.

Dan jika pergerakan tidak mengenal kebutuhan setiap pos aktivitas, maka tidak akan mampu mengisinya secara benar dan baik. Karena itu, bila sebuah lembaga pergerakan dalam melakukan proses pemilihan anggota tanpa menggunakan pertimbangan-pertimbangan obyektif, maka rusaklah keseimbangan seluruh jaringannya.

Selain itu, apabila sebuah lembaga pergerakan tidak membangun aktivitas programnya pada kaidah dan prinsip yang teruji, tidak menyesuaikan langkahnya dengan rencana dan metode yang telah ditetapkan, tidak mengetahui apa yang harus dikerjakan hari ini, dan apa yang harus ditangguhkan untuk esok, tidak dapat membedakan yang penting dan yang lebih penting, serta tidak menjadwal berbagai aktivitasnya berdasarkan skala prioritas, maka yang akan terjadi adalah kerancuan. Bahkan dengan terpaksa pergerakan mengisi pos-pos yang masih kosong dengan orang-orang yang tidak berkualitas, dan menyerahkan urusan kepada selain ahlinya. Bila itu yang dilakukan, maka tunggulah saat kehancurannya.

3.  Tidak Memberdayakan Semua Anggota

Faktor ini merupakan fenomena yang paling berbahaya bagi suatu pergerakan, karena hal ini menyebabkan aktivitas menjadi menumpuk pada kelompok tertentu. Sementara kelompok mayoritas tidak mendapatkan tugas. Sedangkan waktu terus berjalan, akal dan hati pun berubah-ubah, anggota pergerakan merasa tidak produktif karena lemahnya ikatan keanggotaannya. Di sisi lain, berbagai daya tarik kesibukan dan pesona yang beraneka ragam membayang di depannya, akhirnya semangat dan motivasi jihad yang ada dalam hatinya melemah, lantas ia menghilang dari pentas dakwah, dan terhanyut dalam arus masyarakat serta kesia-siaan yang ada di dalamnya.

4.  Lemahnya Kontrol

Di antara penyebab berjatuhan dari jalan dakwah adalah karena tidak adanya kontrol terhadap anggota. Juga, kurangnya perhatian terhadap berbagai situasi yang berpengaruh pada mereka. Sebagaimana umumnya manusia, anggota pergerakan juga menghadapai situasi sulit, krisis dan aneka ragam problem. Baik persoalan kejiwaan, keluarga, ekonomi, atau lainnya. Apabila pergerakan turut membantu mencari solusi dan menyelesaikan semua itu, maka mereka akan melewati masa-masa sulit itu dengan selamat. Setidaknya, anggota merasa nyaman dan diperhatikan oleh lembaga yang selama ini memayunginya. Dan bila itu dilakukan, kepercayaan anggota terhadap pergerakan  semakin mantap. Ia pun akan melanjutkan perjuangan dengan penuh semangat. Tetapi bila yang terjadi sebaliknya, maka mereka akan kecewa, frustasi dan akhirnya terpental dari pergerakan. Bahkan, mungkin ia akan keluar dari bingkai Islam.

Agar mampu mengontrol anggotanya, maka lembaga pergerakan harus menyeimbangkan perluasan daerah dan penambahan anggota dengan penyediaan jaringan kepemimpinan yang (dalam kondisi apapun) mampu menguasai basis massa, dan menjamin kebutuhan-kebutuhan mereka yang terus berkembang.

Pola hubungan antar anggota dalam sebuah pergerakan yang telah ditentukan oleh Islam adalah pola hubungan yang dapat membaurkan pemikiran, perasaan, dan ruhani seluruh anggota. Sehingga, menjadi seolah-olah satu tubuh, sebagaimana yang digambarkan oleh Rasulullah saw. dalam sabdanya, “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintainya, saling mengasihinya, dan saling bersimpatinya seperti satu tubuh. Apabila salah satu anggotanya mengeluh karena sakit, maka seluruh tubuhnya merasa terpanggil untuk berjaga semalaman dan merasakan demam..” (HR Muslim)

5.  Kurang Sigap dalam Menyelesaikan Persoalan

Setiap pergerakan pasti menemui persoalan yang butuh penyelesaian. Dan, setiap pergerakan memiliki cara dan bentuk tersendiri dalam menangani setiap persoalan tersebut. Apabila suatu lembaga pergerakan melakukan penanganan secara jelas, cepat, dan tepat, maka perjalanannya akan menjadi teratur, dan anggotanya menjadi sehat. Sebaliknya, apabila wadah ini lamban dalam memantau dan menyelesaikan masalah, maka persoalan akan semakin menumpuk dan perjalanan aktivitasnya akan menjadi terganggu.

Sebuah masalah kadang mulanya dipicu oleh persoalan yang kecil dan terbatas. Tetapi bila dibiarkan, akan menjadi semakin besar dan menyebabkan munculnya beberapa problem lain. Terkadang suatu persoalan hanya membutuhkan tidak lebih dari satu kata, satu keputusan, satu kunjungan, sekali pertemuan, sekali pemberian maaf, sekali teguran, sekali nasehat, sekali bantuan, sekali penjelasan, sekali pengungkapan, atau hal-hal mudah lainnya. Tapi ketika persoalan itu dibiarkan dan ditangguhkan, maka akan menyedot banyak energi dan waktu. Sementara persoalan terkadang berhasil diselesaikan dan terkadang tidak dapat diatasi.

Ketidaksigapan pergerakan dalam menyelesaikan persoalannya disebabkan oleh beberapa faktor. Antara lain:

Terkadang disebabkan oleh jajaran pimpinan yang tidak terbiasa dan tidak mampu memberikan solusi secara tuntas serta cepat.
Terkadang disebabkan oleh rutinitas struktural yang mengharuskan setiap persoalan mengalir melalui jajaran struktur, sehingga pimpinan tidak dapat memberikan penyelesaian yang cepat.
Terkadang disebabkan oleh luasnya basis massa, minimnya pemimpin dan kurangnya kemampuan pimpinan dalam memenuhi tuntutan. Padahal, berbagai aktivitas biasanya hanya dapat dipenuhi oleh jaringan kepemimpinan yang full time dan memiliki pengalaman memadai.
6.  Konflik Internal

Sebab-sebab munculnya konflik internal cukup banyak, antara lain,

Lemahnya pimpinan dalam mengendalikan barisan dan mengatur berbagai urusan.
Adanya tangan-tangan tersembunyi dan kekuatan eksternal yang sengaja mengobar fitnah.
Perbedaan watak dan kecenderungan antar anggota yang disebabkan oleh ketidaksingkronan antara tarbiyah dan lingkungan.
Persaingan untuk mendapatkan kedudukan atau posisi struktural maupun politis.
Tidak adanya komitmen pada kebijakan, kaidah-kaidah serta prinsip-prinsip pergerakan, ketidaktaatan pada keputusan jajaran pimpinan, dan munculnya sikap-sikap infiradi (mengabaikan sistem syuro).
Kosongnya aktivitas dan mandulnya produktivitas, padahal keduanya seharusnya menjadi kesibukan satu-satunya para aktivis dakwah dan penguras tenaga mereka.
Contoh kasus ini pada zaman Rasulullah saw. yaitu usaha orang yahudi dalam mengacaukan persatuan Muslim Aus dan Khazraj yang dengannya turun QS Ali Imran: 100 -105.

7.  Pemimpin yang Lemah

Di antara penyebab langsung berjatuhan anggota pergerakan adalah lemah dan ketidakmampuan pimpinan dalam mengendalikan, serta menjaga keutuhan barisan pada setiap situasi.

Lemahnya kepemimpinan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain,

Lemahnya daya nalar dan intelektual pimpinan, sehingga tak mampu memberi kepuasan pada kehausan intelektual pemikiran bawahan. Atau, terkadang ia mampu dalam aspek pemikiran, tapi lemah pada aspek-aspek lainnya.
Terkadang disebabkan oleh lemahnya kemampuan struktural, di mana jajaran pimpinan tidak memiliki bakat dan kemampuan manajerial yang dapat mengendalikan struktur, serta meletakkan prinsip-prinsip dasar keorganisasian. Maka itu, aktivitas menjadi kacau, kepentingan menjadi tumpang tindih, problem semakin menumpuk, dan berbagai permasalahan semakin berkembang. Hal ini dapat memicu munculnya fenomena berguguran di jalan dakwah.
Sifat yang Harus Dimiliki Pemimpin

a.  Mengenal Da’wah

Agar pemimpin dapat mengenal dakwahnya secara sempurna, maka ia harus benar-benar menguasai ideologi, doktrin dan struktur dakwah, mengikuti berbagai aktivitasnya, dan memantau gerak-geriknya.

b.  Mengenal Diri

Mengenali kelemahan diri dan berusaha memperbaikinya.
Mengetahui keunggulan diri dan berusaha mempertahankan, serta mengembangkannya.
Memiliki keinginan kuat untuk mengembangkan tsaqafah-nya dengan mengkaji berbagai tema, pendapat serta pemikiran-pemikiran politik, sosial, ekonomi, dan seterusnya.
Memiliki semangat untuk mengkaji dan mempelajari tokoh-tokoh pemimpin Islam dan lainnya, mengenali berbagai metode dan gaya kepemimpinan mereka, serta menganalisis berbagai faktor yang menyebabkan keberhasilan atau kegagalan mereka.
c.  Perhatian yang Utuh

Selalu memberi perhatian pada anggotanya, mengenali mereka dengan baik, memantau berbagai hal yang melingkupi mereka (baik secara umum maupun khusus), menyertai kegembiraan dan kesusahan mereka, dan berusaha menyelesaikan problem-problem mereka.

d.  Teladan yang Baik

Anggota pergerakan akan selalu menganggap pemimpinnya sebagai figure yang diteladani dan ditiru. Tingkah laku, aktivitas, kepentingan, akhlak, perkataan, dan kerja pemimpin, memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap seluruh jamaahnya.

e.  Pandangan yang Tajam

Kemampuan pemimpin dalam melakukan penilaian secara cepat dan tepat terhadap berbagai peristiwa, serta kemampuannya mengambil keputusan tegas dan bijak dalam berbagai situasi, dapat menumbuhkan kepercayaan dan penghargaan anggota kepadanya.

f.  Kemauan yang Kuat

g.  Fitrah yang Mengundang Simpati

h.  Optimisme

Pemimpin adalah perintis jalan dan kepala rombongan yang memiliki pengaruh kuat terhadap barisan. Bila ia lemah dan mudah putus asa, maka barisan pun akan mengikutinya. Bila ia tegar menghadapi berbagai bencana dan berbagai tantangan, maka optimisme dan semangat pantang mundur akan memenuhi jiwa bawahannya.

Kedua: Sebab-sebab yang Bersumber dari Individu

1.  Watak Indisipliner

Di antara mereka ada yang tidak siap memikul beban-beban tugas struktural. Karena itu, ketika mendapatkan tugas, ia berusaha kabur dan melepaskan diri dari struktur dengan berbagai cara dan alasan.
Di antara mereka ada yang enggan meleburkan diri dalam bangunan jama’ah, dan berkeinginan kuat menjaga kepribadiannya. Bila ia merasa ada sesuatu yang dapat menyebabkan kepribadiannya melebur, atau pendapatnya tidak diterima, maka ia berpaling dengan berlindung di balik tirai tebal dalih dan alasan.
2.  Takut Mati dan Miskin

QS An-Nisa: 120

QS Ali Imran: 175

QS Al-Fath: 11

QS Al-Jumu’ah: 6-8

QS Al-Ankabut: 10-11

QS Ali Imran: 168

“Surga itu dikelilingi dengan hal-hal yang tidak menyenangkan, sedangkan neraka dikelilingi dengan syahwat (hal-hal yang menyenangkan).” (HR Muslim, Ahmad, dan At-Turmudzi)

“Orang yang paling berat cobaannya adalah para nabi, kemudian orang yang semisal dan seterusnya. Seseorang diuji sesuai dengan kadar agamanya, bila ia kuat memegang agamanya, maka ujiannya amat berat, dan bila ada kelemahan dalam memegang agamanya, maka akan diuji sesuai dengan kadar agamanya. Cobaan akan selalu datang kepada hamba hingga ia dibiarkan berjalan di atas bumi dengan tidak membawa dosa.” (HR Bukhari , Ahmad, dan At-Turmudzi)

“Orang yang paling berat ujiannya di dunia ini adalah nabi atau kekasih pilihan Allah.” (HR Bukhari)

“Orang yang paling berat cobaannya adalah para nabi, kemudian orang-orang shalih. Sungguh salah seorang mereka diuji dengan kefakiran hingga tidak memiliki apa-apa kecuali selembar pakaian yang dipotong lalu dipakai, dan ada di antara mereka diuji dengan kutu kepala yang menyebabkan kematiannya. Sungguh salah seorang dari mereka merasa lebih bergembira mendapatkan ujian daripada mendapatkan anugrah (pemberian).” (HR Ibnu Majah)

“Celakalah hamba dinar, dirham, dan pakaian. Celaka dan sengsaralah ia. Bila ia tertusuk duri, maka semoga tidak akan tercabut.” (HR Ibnu Majah)

“Celakalah hamba istri.” (HR Bukhari)

3.  Sikap Ekstrem dan Berlebihan

Sikap ekstrem dan berlebihan dapat menjadi penyebab bergugurannya sebagian orang di jalan dakwah. Orang yang membebani diri melebihi kemampuannya, tidak menerima sikap moderat, dan bersikeras untuk berlebih-lebihan dalam segala hal, pasti akan mengalami frustasi kejiwaan dan keimanan.

4.  Sikap Mempermudah dan Menganggap Enteng

Dari ‘Aisyah ra. Rasulullah saw. bersabda, “Wahai ‘Aisyah, jauhilah olehmu dosa-dosa yang dianggap kecil, sebab ia punya penuntut dari Allah swt.” (HR Nasa’i dan lainnya)

Dari Anas ra. ia berkata, “Sesungguhnya kamu melakukan beberapa amalan (dosa) yang menurut pandangan mata kamu lebih halus daripada rambut, sedang kami pada masa Rasulullah saw. menganggapnya sebagai hal-hal yang membinasakan.” (HR Bukhari)

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud ra., Rasulullah saw. bersabda, “Jauhilah oleh kalian dosa-dosa yang dianggap kecil, sebab ia akan berhimpun hingga membinasakan pelakunya.” Rasulullah saw. mengumpamakan dengan suatu kaum yang singgah di tanah lapang, lantas juru masaknya datang, maka orang-orang datang dengan membawa sebatang kayu, seorang lagi datang dengan membawa sebatang kayu hingga terkumpul banyak, lalu mereka membakarnya, dan dapat memasakkan sesuatu yang dilempar di dalamnya.” (HR Ahmad dan Ath-Thabrani)

5.  Ghurur dan Senang Tampil

Faktor lain yang menjadi penyebab berjatuhan di jalan dakwah adalah penyakit ghurur (tertipu oleh diri sendiri) dan senang menampilkan diri. Penyakit batin ini sangat berbahaya, karena dapat menghancurkan jiwa para aktivis dakwah, merusak amal, menghapus pahala dan mencelakakan mereka di akhirat.

“Sesungguhnya apa yang aku takutkan terhadap ummatku adalah syirik kepada Allah swt., saya tidak mengatakan mereka menyembah matahari, atau bulan atau berhala, akan tetapi amal-amal yang ditujukan kepada selain karena Allah swt, dan syahwat yang tersembunyi.” (HR Ibnu Majah)

(QS Al-Qashash : 83)

“Tiga perkara yang membinasakan: bakhil yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti, dan kekaguman seseorang terhadap diri sendiri.” (HR Ath-Thabrani)

“Andaikata kamu tidak berbuat dosa, maka aku khawatir terhadap kamu apa yang lebih besar daripada itu, yaitu sifat ujub.” (HR Ibnu Hibban dan Baihaqi, sedang Bukhari mengingkarinya.)

‘Aisyah pernah ditanya, “Kapan seseorang dianggap berbuat jahat?” Ia menjawab, “Bila menyangka telah berbuat baik.”. Mutharrif pernah berkata, “Saya tidur semalam, dan bangun pada pagi hari dalam keadaan menyesal, lebih aku cintai daripada aku bangun malam (sholat malam) dan di pagi harinya aku merasa bangga (ujub).”

6.  Cemburu terhadap Orang Lain

Di antara sebab yang membuat seseorang terjatuh di jalan dakwah adalah cemburu buta terhadap orang lain. Terutama, terhadap orang-orang yang terdepan, terpandang, sukses, dan yang dikaruniai keahlian yang tidak dimiliki orang lain. Setiap jama’ah menghimpun barisannya dengan beragam jenis orang yang memiliki tingkat keahlian berbeda. Begitu juga dengan keragaman kepribadian, kejiwaan, kefanatikan dan pemikiran.

(QS Al-Maidah: 27-30)

(QS An-Nisa : 54)

“Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Jauhilah olehmu prasangka (buruk), karena sesungguhnya prasangka (buruk) itu perkataan yang paling dusta. Dan janganlah kamu mengorek-ngorek berita, janganlah kamu memata-matai, janganlah kamu saling bersaing, janganlah kamu saling mendengki, janganlah kamu saling marah, dan janganlah kamu saling membelakangi (membenci). Jadilah kamu hamba Allah swt yang bersaudara sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah swt. Seorang muslim adalah saudara muslim lainnya, tidak boleh menzhaliminya, tidak boleh membiarkannya (tidak menolongnya), dan tidak boleh menghinakannya. Taqwa itu di sini, taqwa itu di sini (beliau mengisyaratkan ke dadanya). Cukuplah dosa seseorang kalau dia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim lainnya haram darahnya, kehormatannya dan hartanya.” (HR Bukhari dan Muslim)

7.  Fitnah Senjata

Sikap ekstrem yang paling berbahaya adalah yang berkaitan dengan penggunaan kekuatan. Karena hal itu dapat menimbulkan  perkara yang tidak hanya menimpa personal, tetapi juga dapat menimpa sebuah wadah pergerakan secara keseluruhan.

Sebab timbulnya fitnah senjata:

Pertama, tidak jelasnya tujuan pembentukan kekuatan

Kedua, tidak memenuhi syarat penggunaan kekuatan

A.  Mengoptimalkan penggunaan sarana-sarana lain terlebih dahulu, sehingga penggunaan kekuatan fisik menjadi penyelesaian akhir

B.  Menyerahkan persoalan pada kebijakan imam dan jama’atul muslimin (khilafah Islam), bukan pada perorangan atau masyarakat umum

C.  Tidak mengundang kerusakan atau fitnah

D.  Tidak melanggar kebijakan syari’at

E.  Disesuaikan dengan skala prioritas

F.  Dipersiapkan dengan benar dan matang

G.  Tidak gegabah dan reaksioner

H.  Tidak menjerumuskan umat Islam dalam pertarungan yang tidak seimbang

Ketiga: Sebab-sebab Eksternal

1.  Tekanan Tribulasi

Tribulasi atau penyiksaan fisik dalam kehidupan dakwah dan da’inya adalah alat pembersih paling efektif dan penguji paling berhasil. Berapa banyak orang yang menghilang dari panggung amal Islami setelah mendapat siksaan fisik. Padahal, sebelumnya mereka termasuk orang-orang yang paling bersemangat. (QS Al-Ankabut: 1-3), (QS Muhammad: 31)

Allah swt. juga menjelaskan tipe-tipe manusia dalam menghadapi tribulasi. Di antara mereka ada yang teguh dan sabar karena mengharap pahala dari Allah (QS Ali Imran: 173), (QS Al-Ahzab: 22-23), dan di antara mereka juga ada yang lemah, tidak mampu bertahan, dan akhirnya gugur dan menghilang dari kancah pertarungan (QS Al-Ankabut: 10-11).

2.  Tekanan Keluarga

Salah satu tekanan yang dihadapi oleh para aktivis perjuangan Islam, dan terkadang mengakibatkan gugurnya sebagian dari mereka adalah keluarga dan kerabat: ayah, ibu, istri, anak dan lainnya. Sedikit sekali aktivis Muslim yang bisa terbebas dari tekanan keluarga. Sebab, secara umum keluarga mengkhawatirkan kalau anak-anak mereka tertimpa derita seperti yang sedang menimpa para da’i, mujahid (pejuang) dan para aktivis di sepanjang masa. (QS At-Taubah: 24), (QS Maryam: 41-46).

3.  Tekanan Lingkungan

Faktor lain yang menjadi penyebab bergugurannya sebagian aktivis dari pentas dakwah adalah tekanan lingkungan. Seorang muslim terkadang tumbuh dalam lingkungan yang komitmen terhadap Islam. Namun kemudian, karena studi atau pekerjaan berpindah ke lingkungan lain, di mana pengaruh-pengaruh negatif lebih banyak dan daya tarik jahiliyah lebih kuat, ia pun mudah terpengaruh. Di sinilah pertarungan mulai berkecamuk, mungkin ia mampu bertahan dan menang atau mungkin kalah dan terbawa arus.

Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang dapat dikalahkan oleh tekanan lingkungan sangat banyak. Antara lain,

Mungkin dasar pembinaannya tidak benar. Misalnya ia masih menyimpan keraguan dalam bidang aqidah atau menyembunyikan penyimpangan perilakunya.
Mungkin komitmen ketika berada di lingkungannya didorong rasa malu, taklid, dan ikut-ikutan, bukan berdasarkan kesadaran, kepahaman, dan keimanan. Karena itu, ketika berpindah ke lingkungan lain, pudarlah komitmennya bersamaan dengan hilangnya faktor-faktor yang membuatnya komitmen; rasa malu, taklid, dan ikut-ikutan.
Mungkin di lingkungan keduanya, ia meninggalkan dunia dakwah dan para aktivisnya, lalu  bergabung dengan lingkungan jahiliyah dan bergaul dengan teman-teman yang buruk. Sikap ini sangat berbahaya, membawa sial dan dapat mengakibatkan berguguran, bila tidak mendapat pertolongan dan pemeliharaan dari Allah swt.

4.  Tekanan Gerakan Destruktif

Gerakan-gerakan destruktif selalu ada pada setiap waktu dan tempat. Faktor yang bisa menjadikan para aktivis Islam berguguran di jalan dakwah ini, selalu muncul dan bekerja keras menebarkan keraguan. Ibarat palu godam yang dipersiapkan untuk menghantam gerakan Islam dan menghancurkannya dengan mengatasnamakan Islam.

5.  Tekanan dari Figuritas

Salah satu penyebab bergugurannya aktivis di jalan dakwah adalah figuritas dan segala kaitannya yang tercakup dalam penyakit ujub (bangga diri), ghurur (tertipu), terlalu mencintai diri sendiri, sombong dan egois. Penyakit inilah yang menyebabkan kebinasaan iblis yang membanggakan dosanya. (QS Al-A’raf: 12)


Wallahu ‘alam bishshawwab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar