Bergugurannya orang-orang yang memperjuangkan dakwah telah
menjadi masalah yang mewarnai perjalanan suatu gerakan dakwah Islam dimanapun
dan kapanpun gerakan tersebut eksis. Fenomena tasaquth (berguguran) dan
insilakh (melepaskan diri dari dakwah) sangat bisa menggerogoti setiap muslim
yang bergabung dalam gerakan dakwah Islam apapun; dakwah di bidang politik,
sosial, akademik, masyarakat, maupun keprofesian.
Bergugurannya seseorang di jalan dakwah bermakna pengunduran
dirinya dari kancah perjuangan Islam, baik dengan perkataan atau mungkin cukup
dengan sikapnya yang semakin menjauh dari dakwah. Hilangnya semangat juang,
kaburnya niatan ikhlas, ketidakdisiplinan, berkurangnya porsi waktu untuk mengurus
dakwah, meremehkan berbagai fadhilah atau keutamaan dakwah, serta mengabaikan
ketetapan syari’at merupakan indikasi seseorang tergerogoti ‘virus’ tasaquth
ini. Bukan berarti ia tidak mengerti Islam atau dakwah, bahkan mungkin ia
sangat mengerti Islam, dakwah, dan syari’at, dan pada masa sebelumnya ia
termasuk dalam orang-orang yang sangat bersemangat mengobarkan api perjuangan
dakwah. Tetapi tasaquth yang menggerogoti dirinya disebabkan ketidak-kuatan
jiwanya dalam menanggung sengitnya perjuangan dakwah yang panjang nan
melelahkan serta beragam variasi bentuk fitnah atau ujian yang dia alami di
setiap perubahan waktu dan kondisi.
Di satu sisi, memang Allah ‘Azza wa Jalla telah menetapkan
dakwah sebagai kewajiban syar’i dan memiliki tabi’atnya sendiri. Jalan dakwah
adalah jalan ujian, dalam rangka menguji tingkat keimanan seorang Muslim.
Inilah inti dari segala bentuk tabi’at jalan dakwah. Memang, kemenangan dan
tegaknya Islam merupakan tujuan konkret dakwah. Namun Allah ‘Azza wa Jalla
tidak pernah memaksa para pejuang-Nya untuk bersegera mewujudkan hal ini,
karena kemenangan hanya datang dari sisi-Nya. Justru dalam berbagai keterangan
dalam Al-Qur’an, Allah seringkali mewasiatkan pada hamba-Nya yang berjuang
untuk tetap pada rambu-rambu yang digariskan syari’at, bersabar dalam
menghadapi fitnah, ikhlas demi kehidupan akhirat, mencintai bentuk-bentuk
pengorbanan, dan berhati-hati dalam menghadapi gejala tasaquth.
Ini menandakan bahwa fenomena bergugurannya orang-orang
Muslim dari jalan dakwah-ujian ini telah ada akan selalu ada. Rasulullah saw.
bersabda, “Bagaimana kalian, jika wanita-wanita telah bejat, para pemuda
berbuat fasik dan kamu meninggalkan jihad?” Para sahabat bertanya, “Apakah hal
demikian bakal terjadi wahai Rasulullah?” Nabi menjawab, “Benar, dan demi yang
diriku dalam genggaman-Nya, lebih dahsyat dari itu pun bakal terjadi. Bagaimana
kalian jika kalian tidak memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah dari yang
munkar?” Para sahabat bertanya, “Apakah hal itu bakal terjadi wahai
Rasulullah?” Nabi menjawab, “Benar, dan demi yang diriku berada dalam
genggaman-Nya, lebih hebat dari itupun bakal terjadi.” Mereka bertanya, “Apakah
yang lebih hebat itu?” Nabi menjawab, “Bagaimana jika kalian memandang yang
ma’ruf sebagai yang munkar dan memandang yang munkar sebagai yang ma’ruf.” Para
sahabat bertanya, “Apakah hal demikia bakal terjadi?” Nabi menjawab, “Benar,
dan demi yang diriku dalam genggaman-Nya, lebih dahsyat dari itu pun bakal
terjadi. Bagaiamana jika kalian memerintahkan yang munkar dan melarang yang
ma’ruf?” Para sahabat bertanya, “Apakah demikian bakal terjadi?” Nabi menjawab,
“Benar, lebih hebat dari itu pun bakal terjadi. Allah swt. berfirman dalam
hadits Qudsi, ‘Demi Diriku, Aku bersumpah akan kutimpakan kepada mereka fitnah
di mana orang-orang bijak menjadi kebingungan.’” (Abu Ya’la)
Di sisi lain, keniscayaan terjadinya fenomena tasaquth ini
sama sekali tidak boleh membuat kita menganggapnya sebagai sebuah kewajaran.
Bahkan kita terus dituntut untuk serius berusaha meminimalisir terjadinya
tasaquth ini dengan segala upaya demi menyelamatkan dan menjaga keberkahan
gerakan dakwah yang kita perjuangkan.
Dalam kajiannya, Fathi Yakan menjelaskan analisis tentang
fenomena tasaquth ini disertai penyebab-penyebab terjadinya. Harapannya, dengan
mengetahui penyebab-penyebab tasaquth, setiap Muslim yang memperjuangkan dakwah
dapat lebih mawas diri dalam amal-amalnya.
Mukadimah
Perlu diingat bahwa fenomena berjatuhan ini banyak terjadi
dan menimpa pada barisan terdepan. Yaitu, para pendiri dan generasi awal
pergerakan, meski para penerusnya juga tidak terbebas dari fenomena tersebut.
Fenomena berguguran ini telah, dan akan selalu menorehkan keburukan dalam
kancah amal Islami. Berikut penulis sebutkan beberapa dampak buruknya.
Menyebabkan terkurasnya waktu dan energi pergerakan dalam
menangani hal-hal yang sedikit sekali manfaatnya.
Menyebabkan tersebarnya berbagai fitnah, perpecahan, dan
kehancuran dalam tubuh pergerakan, hingga mementahkan kembali orang-orang yang
baru masuk Islam dan baru mengenal dunia dakwah.
Menyebabkan terbongkarnya berbagai rahasia yang seharusnya
tersimpan rapi. Andaikata tidak ada tekanan fitnah, dan lidah serta telinga
tidak terjerat dalam cengkeraman setan, maka rahasia itu tidak akan
terungkap.
Menyebabkan lemahnya pergerakan, serta memancing musuh agar
segera menyerang dan menghancurkannya.
Menyebabkan jauhnya kaum muslimin dari pergerakan,
melemahnya kepercayaan dan terjadinya pelecehan terhadapnya. Ini semua dapat
memandulkan produktivitas, bahkan terkadang dapat menghentikan aktivitas dakwah
secara total.
Lihat QS Al-Anfal : 25
Bagian Pertama: Fenomena Berjatuhan di Masa Kenabian
Fenomena berjatuhan di jalan dakwah pada masa kenabian tidak
tampak jelas seperti yang terjadi pada zaman modern sekarang ini. Kebanyakan yang
terjadi pada masa itu adalah terjatuhnya beberapa pribadi ke dalam kekeliruan,
meski sebagiannya merupakan kesalahan besar. Hal ini disebabkan tabi’at amal
pada masa itu membawa manusia pada salah satu dari dua pilihan, dan tidak ada
pilihan yang ketiga. Yakni, memilih hidup secara Islami atau jahiliyah. Hal ini
menyebabkan, kaum muslimin pada masa itu tak berani keluar dari barisan Islam,
karena takut pada sanksi kemurtadan.
Fenomena Pertama: Yang Tertinggal dari Perang Tabuk
Perang Tabuk adalah perang yang disiapkan oleh Rasulullah
saw. secara terang-terangan dalam rangka menghadang kaum Romawi dan Ghassan di
utara yang diisukan bahwa mereka menyiapkan segelar pasukan yang besar. Perang
ini amat penting, namun saat itu sedang terjadi musim kemarau panjang dan
buah-buahan sedang masak. Karena itu, peperangan ini Allah jadikan sebagai
pelajaran berat bagi kaum mu’min sekaligus mengeliminasi kaum munafik,
sebagaimana yang diterangkan dalam beberapa ayat surat At-Taubah.
Sebanyak tiga puluh ribu prajurit Muslim berangkat,
meninggalkan kaum muslim yang secara syar’i diperbolehkan untuk tidak mengikuti
peperangan. Namun, di antara mereka ada segelintir orang munafik yang
mencari-cari alasan untuk tidak mengikuti peperangan. Bukan berarti mereka
tidak mampu, namun hati mereka menjadi kecut dalam menghadapi perang pada masa
itu.
Tatkala Rasulullah saw. kembali ke Madinah, orang-orang yang
tidak mengikuti peperangan mengemukakan alasan-alasan mereka. Namun, di antara
mereka ada tiga orang yang dalam hatinya masih tertanam keimanan yang kuat.
Mereka mengakui kelalaiannya di hadapan Rasul, dan mengatakan bahwa tidak ada
halangan berarti untuk mengikuti peperangan. Berdasarkan wahyu yang diterima,
Rasulullah saw. memerintahkan untuk mengisolir mereka (tidak mengajak bicara
sedikitpun). Mereka adalah Ka’ab bin Malik, Murarah bin Rabi’, dan Hilal bin
Umayyah. QS At-Taubah : 95-96, 117-119
Fenomena Kedua: Kisah Ka’ab bin Malik
Ka’ab bin Malik adalah salah satu dari tiga orang yang
di-iqob oleh Rasul, dan kisahnya amat terkenal. Ka’ab dan ketiga sahabat yang
lain diisolir hingga lima puluh hari setelah Allah menurunkan ayat yang
menerangkan penerimaan taubat mereka di sisi Allah.
Fenomena Ketiga: Kisah Hathib Abi Balta’ah
Hathib bin Abi Balta’ah dapat dikatakan melakukan sesuatu
yang dewasa ini dianggap sebagai pembocoran rahasia negara dan pengkhianatan
besar, sehingga memunculkan sikap anti pati dari massa dan sikap pemaaf dari
kepemimpinan.
Saat Rasulullah saw. merencanakan pemberangkatan segelar
pasukan muslim menuju Makkah, beliau berusaha menjaga agar orang-orang Makkah
tidak tahu menau mengenai pemberangkatan ini, dengan tujuan mereka tidak sempat
mengadakan persiapan sedikitpun untuk melawan, sehingga seluruh kondisi
sepenuhnya dikuasai kaum Muslimin. Namun, secara sembunyi-sembunyi Hathib bin
Abi Balta’ah mengirimkan surat untuk orang-orang Makkah tentang pemberangkatan
ini, dengan perantara seorang wanita. Namun, kabar ini dapat diketahui
Rasulullah saw. dan akhirnya terbongkar. Para sahabat sangat geram, namun
Rasulullah saw. memaafkan tingkah Hathib ini sebagai penghormatan dirinya
sebagai pejuang Badar. Berkenaan dengan peristiwa ini, turun QS Al-Mumtahanah :
1-4.
Fenomena Keempat: Masjid Dhiror
Kaum munafik pada zaman Rasulullah saw. selalu mencari-cari
celah untuk menggoyahkan kekuatan kaum Muslimin dari dalam. Karena itu, mereka
mendirikan Masjid Dhiror dengan dalih sebagai tempat ibadah dan menyelesaikan
persoalan sosial ummat. Mereka meminta Rasulullah saw. untuk shalat di masjid
mereka, sepulang dari perang Tabuk. Namun, Rasulullah saw. menerima informasi
dari wahyu bahwa masjid tersebut digunakan oleh kaum munafik sebagai tempat
menyusun konspirasi. Karena itu, Allah memerintahkan Rasul untuk membakar
masjid tersebut. QS At-Taubah : 107.
Fenomena Kelima: Berita Bohong
Berita bohong ini berkenaan dengan istri Rasulullah saw.
pada peristiwa pasca perang Bani Musthaliq. Berita bohong ini sengaja
disebarluaskan oleh kalangan orang-orang munafik dalam rangka menghancurkan
harga diri Rasulullah saw. dan keluarganya. Allah swt mengabadikan peristiwa
ini di dalam QS An-Nur : 11 – 23.
Fenomena Keenam: Kisah Abu Lubabah
Abu Lubabah adalah duta Rasulullah saw. untuk kaum yahudi
Quraizhah saat orang-orang Islam mengepung mereka akibat pengkhianatan mereka pada
perang Ahzab. Rasul memerintahkan Abu Lubabah untuk berbicara dengan
orang-orang Yahudi, namun ia berkhianat. Karena merasa bersalah, ia mengikatkan
diri di tiang masjid Nabi dan tidak akan melepaskannya kecuali Rasulullah saw.
sendiri yang melepasnya. Berkenaan dengan peristiwa ini, turun QS Al-Anfal :
27, At-Taubah : 102.
Problem dan krisis yang sering muncul di masyarakat, dan
menimpa umat Islam, kebanyakan bersumber dari buruknya tarbiyah serta lemahnya
komitmen seseorang pada syari’at Allah.
Rusaknya sifat amanah, timbulnya ambisi kekuasaan, minimnya
kesetiaan, pengingkaran terhadap kebaikan, pergunjingan dan adu domba,
kebencian dan iri hati, bangga diri, ekstrem, serta berbagai penyakit lain yang
menggerogoti dan meracuni bangunan Islam biasanya bermula dari penyimpangan
dalam tarbiyah Islam dan buruknya kepribadian.
Kondisi ini semakin memperkuat, bahwa pergerakan Islam harus
memberikan perhatian besar pada aspek pendidikan aqidah, ruhaniah dan akhlak.
Juga, mencegah dominasi aspek-aspek lainnya, seperti birokrasi dan politik.
Sebab aspek itu (pendidikan aqidah, ruhaniah, dan akhlak) meruppakan kendali
pengaman kepribadian.
Sebab-sebab Tasaquth
Pertama: Sebab-sebab yang Bersumber dari Pergerakan
1. Lemahnya Aspek Tarbiyah
Aspek tarbiyah atau pendidikan dalam suatu pergerakan
(harakah) terkadang hanya mendapat porsi yang terbatas. Sementara, aspek-aspek
lainnya, seperti administrasi organisasi, dan politik mengalahkan segala hal.
Kalangan yang kerap kali terjebak seperti itu adalah para pemimpin,
administrator, dan orang-orang yang memegang urusan politik dan sosial.
Sehingga, membuat mereka putus hubungan dengan tarbiyah serta segala urusan
yang berkaitan dengannya. Pada gilirannya, hubungan-hubungan,
pertemuan-pertemuan, dan aktivitas-aktivitas mereka menjadi kering dan sepi
dari kehidupan Robbani juga kesegaran ruhani. Keterangan: QS Al-Fath: 4, QS
Al-Kahfi: 13, QS Maryam: 76, QS Muhammad: 17, QS Muddatstsir: 31.
Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya iman itu bisa
menjadi lusuh dalam diri salah seorang dari kamu sebagaimana lusuhnya pakaian.
Karena itu, mohonkanlah kepada Allah agar Dia memperbaharui iman yang ada di
dalam hatimu.” (HR At-Thabarani dan Al-Hakim).
Perhatian setiap individu, baik sebagai bawahan maupun
atasan, terhadap tarbiyah seharusnya menjadi kesibukan utama bagi sebuah
pergerakan. Bagaimanapun kondisi yang terjadi di sekelilingnya, bahkan situasi
buruk apapun yang kadang mengiringi jalannya dakwah, tetap harus memperhatikan
tarbiyah, bukan malah sebaliknya. Sebab kebutuhan manusia akan pemeliharaan,
perhatian dan peringatan justru lebih besar pada situasi darurat.
Islam juga mengharuskan umatnya untuk selalu memperhatikan
diri, merasa selalu dipantau oleh Robbnya, menjaga perilakunya dan menyuburkan
keimanannya. Sebab, hati seorang mukmin akan selalu berada di antara jari-jari
Ar-Rahman. Ia dapat membolak-balikkannya sesuai kehendak-Nya dan berbagai
fitnah dapat merasuk ke dalam hatinya secara bertahap, sebagaimana anyaman
tikar. Karena itu, seorang mukmin selalu khawatir mendapat kesengsaraan di
akhirat dan selalu memohon kepada Allah swt. agar mendapat kesudahan yang baik
(khusnul khotimah).
Apabila sebuah harakah tidak memiliki sistem tarbiyah yang
mampu mengontrol, menjaga, dan membina anggotanya, maka akan menemui keruntuhan
dan kehancuran. Sebaliknya, pergerakan akan memiliki ketahanan dan kesolidan
seukuran perhatian yang diberikannya pada aspek pembinaan.
Karena itu, manhaj (metode) pembinaan harus selalu dikaji,
serta disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi yang dilalui oleh pergerakan.
Aktivitas tarbiyah tidak boleh berhenti atau terputus karena adanya situasi
darurat, atau karena perhitungan dari salah satu aspek operasional. Dan seluruh
anggota pergerakan, tanpa kecuali, wajib mendapat kontrol tarbawi dengan
mekanisme tertentu.
Ikatan individu dengan pergerakan harus dibangun di atas
ikatannya dengan Allah dan ajaran Islam. Sebab, pergerakan atau struktur bukan
tujuan. Melainkan sarana untuk melaksanakan perintah Allah dan menggapai
keridhoan-Nya, bukan sarana untuk mewujudkan kepentingan pribadi para
aktivisnya.
2. Tidak Proporsional dalam Memposisikan Anggota
Problem ini selalu mengantar pada kegagalan aktivitas dan
bergugurannya sebagian aktivis. Pergerakan yang profesional dan matang adalah
pergerakan yang mengetahui kemampuan, kecenderungan, dan bakat para anggotanya.
Juga, mengenal titik-titik kekuatan dan kelemahan mereka. Dengan begitu lembaga
ini dapat menempatkan setiap anggota pada posisi sesuai dengan kemampuan,
kecenderungan, watak, dan levelnya. Tidak asal pasang orang.
Bila sebuah lembaga pergerakan tidak mengenal potensi
anggota-anggotanya secara detail dan teliti, maka tidak akan berhasil
memposisikan mereka secara tepat.
Dan jika pergerakan tidak mengenal kebutuhan setiap pos
aktivitas, maka tidak akan mampu mengisinya secara benar dan baik. Karena itu,
bila sebuah lembaga pergerakan dalam melakukan proses pemilihan anggota tanpa
menggunakan pertimbangan-pertimbangan obyektif, maka rusaklah keseimbangan
seluruh jaringannya.
Selain itu, apabila sebuah lembaga pergerakan tidak
membangun aktivitas programnya pada kaidah dan prinsip yang teruji, tidak
menyesuaikan langkahnya dengan rencana dan metode yang telah ditetapkan, tidak
mengetahui apa yang harus dikerjakan hari ini, dan apa yang harus ditangguhkan
untuk esok, tidak dapat membedakan yang penting dan yang lebih penting, serta
tidak menjadwal berbagai aktivitasnya berdasarkan skala prioritas, maka yang
akan terjadi adalah kerancuan. Bahkan dengan terpaksa pergerakan mengisi
pos-pos yang masih kosong dengan orang-orang yang tidak berkualitas, dan
menyerahkan urusan kepada selain ahlinya. Bila itu yang dilakukan, maka
tunggulah saat kehancurannya.
3. Tidak Memberdayakan Semua Anggota
Faktor ini merupakan fenomena yang paling berbahaya bagi
suatu pergerakan, karena hal ini menyebabkan aktivitas menjadi menumpuk pada
kelompok tertentu. Sementara kelompok mayoritas tidak mendapatkan tugas.
Sedangkan waktu terus berjalan, akal dan hati pun berubah-ubah, anggota
pergerakan merasa tidak produktif karena lemahnya ikatan keanggotaannya. Di
sisi lain, berbagai daya tarik kesibukan dan pesona yang beraneka ragam
membayang di depannya, akhirnya semangat dan motivasi jihad yang ada dalam
hatinya melemah, lantas ia menghilang dari pentas dakwah, dan terhanyut dalam
arus masyarakat serta kesia-siaan yang ada di dalamnya.
4. Lemahnya Kontrol
Di antara penyebab berjatuhan dari jalan dakwah adalah
karena tidak adanya kontrol terhadap anggota. Juga, kurangnya perhatian
terhadap berbagai situasi yang berpengaruh pada mereka. Sebagaimana umumnya
manusia, anggota pergerakan juga menghadapai situasi sulit, krisis dan aneka
ragam problem. Baik persoalan kejiwaan, keluarga, ekonomi, atau lainnya.
Apabila pergerakan turut membantu mencari solusi dan menyelesaikan semua itu,
maka mereka akan melewati masa-masa sulit itu dengan selamat. Setidaknya,
anggota merasa nyaman dan diperhatikan oleh lembaga yang selama ini
memayunginya. Dan bila itu dilakukan, kepercayaan anggota terhadap
pergerakan semakin mantap. Ia pun akan melanjutkan perjuangan dengan
penuh semangat. Tetapi bila yang terjadi sebaliknya, maka mereka akan kecewa,
frustasi dan akhirnya terpental dari pergerakan. Bahkan, mungkin ia akan keluar
dari bingkai Islam.
Agar mampu mengontrol anggotanya, maka lembaga pergerakan
harus menyeimbangkan perluasan daerah dan penambahan anggota dengan penyediaan
jaringan kepemimpinan yang (dalam kondisi apapun) mampu menguasai basis massa,
dan menjamin kebutuhan-kebutuhan mereka yang terus berkembang.
Pola hubungan antar anggota dalam sebuah pergerakan yang
telah ditentukan oleh Islam adalah pola hubungan yang dapat membaurkan
pemikiran, perasaan, dan ruhani seluruh anggota. Sehingga, menjadi seolah-olah
satu tubuh, sebagaimana yang digambarkan oleh Rasulullah saw. dalam sabdanya,
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintainya, saling
mengasihinya, dan saling bersimpatinya seperti satu tubuh. Apabila salah satu
anggotanya mengeluh karena sakit, maka seluruh tubuhnya merasa terpanggil untuk
berjaga semalaman dan merasakan demam..” (HR Muslim)
5. Kurang Sigap dalam Menyelesaikan Persoalan
Setiap pergerakan pasti menemui persoalan yang butuh
penyelesaian. Dan, setiap pergerakan memiliki cara dan bentuk tersendiri dalam
menangani setiap persoalan tersebut. Apabila suatu lembaga pergerakan melakukan
penanganan secara jelas, cepat, dan tepat, maka perjalanannya akan menjadi
teratur, dan anggotanya menjadi sehat. Sebaliknya, apabila wadah ini lamban
dalam memantau dan menyelesaikan masalah, maka persoalan akan semakin menumpuk
dan perjalanan aktivitasnya akan menjadi terganggu.
Sebuah masalah kadang mulanya dipicu oleh persoalan yang
kecil dan terbatas. Tetapi bila dibiarkan, akan menjadi semakin besar dan
menyebabkan munculnya beberapa problem lain. Terkadang suatu persoalan hanya
membutuhkan tidak lebih dari satu kata, satu keputusan, satu kunjungan, sekali
pertemuan, sekali pemberian maaf, sekali teguran, sekali nasehat, sekali
bantuan, sekali penjelasan, sekali pengungkapan, atau hal-hal mudah lainnya.
Tapi ketika persoalan itu dibiarkan dan ditangguhkan, maka akan menyedot banyak
energi dan waktu. Sementara persoalan terkadang berhasil diselesaikan dan
terkadang tidak dapat diatasi.
Ketidaksigapan pergerakan dalam menyelesaikan persoalannya
disebabkan oleh beberapa faktor. Antara lain:
Terkadang disebabkan oleh jajaran pimpinan yang tidak
terbiasa dan tidak mampu memberikan solusi secara tuntas serta cepat.
Terkadang disebabkan oleh rutinitas struktural yang
mengharuskan setiap persoalan mengalir melalui jajaran struktur, sehingga
pimpinan tidak dapat memberikan penyelesaian yang cepat.
Terkadang disebabkan oleh luasnya basis massa, minimnya
pemimpin dan kurangnya kemampuan pimpinan dalam memenuhi tuntutan. Padahal,
berbagai aktivitas biasanya hanya dapat dipenuhi oleh jaringan kepemimpinan
yang full time dan memiliki pengalaman memadai.
6. Konflik Internal
Sebab-sebab munculnya konflik internal cukup banyak, antara
lain,
Lemahnya pimpinan dalam mengendalikan barisan dan mengatur
berbagai urusan.
Adanya tangan-tangan tersembunyi dan kekuatan eksternal yang
sengaja mengobar fitnah.
Perbedaan watak dan kecenderungan antar anggota yang
disebabkan oleh ketidaksingkronan antara tarbiyah dan lingkungan.
Persaingan untuk mendapatkan kedudukan atau posisi struktural
maupun politis.
Tidak adanya komitmen pada kebijakan, kaidah-kaidah serta
prinsip-prinsip pergerakan, ketidaktaatan pada keputusan jajaran pimpinan, dan
munculnya sikap-sikap infiradi (mengabaikan sistem syuro).
Kosongnya aktivitas dan mandulnya produktivitas, padahal
keduanya seharusnya menjadi kesibukan satu-satunya para aktivis dakwah dan
penguras tenaga mereka.
Contoh kasus ini pada zaman Rasulullah saw. yaitu usaha
orang yahudi dalam mengacaukan persatuan Muslim Aus dan Khazraj yang dengannya
turun QS Ali Imran: 100 -105.
7. Pemimpin yang Lemah
Di antara penyebab langsung berjatuhan anggota pergerakan
adalah lemah dan ketidakmampuan pimpinan dalam mengendalikan, serta menjaga
keutuhan barisan pada setiap situasi.
Lemahnya kepemimpinan disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain,
Lemahnya daya nalar dan intelektual pimpinan, sehingga tak
mampu memberi kepuasan pada kehausan intelektual pemikiran bawahan. Atau,
terkadang ia mampu dalam aspek pemikiran, tapi lemah pada aspek-aspek lainnya.
Terkadang disebabkan oleh lemahnya kemampuan struktural, di
mana jajaran pimpinan tidak memiliki bakat dan kemampuan manajerial yang dapat
mengendalikan struktur, serta meletakkan prinsip-prinsip dasar keorganisasian.
Maka itu, aktivitas menjadi kacau, kepentingan menjadi tumpang tindih, problem
semakin menumpuk, dan berbagai permasalahan semakin berkembang. Hal ini dapat
memicu munculnya fenomena berguguran di jalan dakwah.
Sifat yang Harus Dimiliki Pemimpin
a. Mengenal Da’wah
Agar pemimpin dapat mengenal dakwahnya secara sempurna, maka
ia harus benar-benar menguasai ideologi, doktrin dan struktur dakwah, mengikuti
berbagai aktivitasnya, dan memantau gerak-geriknya.
b. Mengenal Diri
Mengenali kelemahan diri dan berusaha memperbaikinya.
Mengetahui keunggulan diri dan berusaha mempertahankan,
serta mengembangkannya.
Memiliki keinginan kuat untuk mengembangkan tsaqafah-nya
dengan mengkaji berbagai tema, pendapat serta pemikiran-pemikiran politik,
sosial, ekonomi, dan seterusnya.
Memiliki semangat untuk mengkaji dan mempelajari tokoh-tokoh
pemimpin Islam dan lainnya, mengenali berbagai metode dan gaya kepemimpinan
mereka, serta menganalisis berbagai faktor yang menyebabkan keberhasilan atau
kegagalan mereka.
c. Perhatian yang Utuh
Selalu memberi perhatian pada anggotanya, mengenali mereka
dengan baik, memantau berbagai hal yang melingkupi mereka (baik secara umum
maupun khusus), menyertai kegembiraan dan kesusahan mereka, dan berusaha
menyelesaikan problem-problem mereka.
d. Teladan yang Baik
Anggota pergerakan akan selalu menganggap pemimpinnya
sebagai figure yang diteladani dan ditiru. Tingkah laku, aktivitas,
kepentingan, akhlak, perkataan, dan kerja pemimpin, memiliki pengaruh yang
sangat besar terhadap seluruh jamaahnya.
e. Pandangan yang Tajam
Kemampuan pemimpin dalam melakukan penilaian secara cepat
dan tepat terhadap berbagai peristiwa, serta kemampuannya mengambil keputusan
tegas dan bijak dalam berbagai situasi, dapat menumbuhkan kepercayaan dan
penghargaan anggota kepadanya.
f. Kemauan yang Kuat
g. Fitrah yang Mengundang Simpati
h. Optimisme
Pemimpin adalah perintis jalan dan kepala rombongan yang
memiliki pengaruh kuat terhadap barisan. Bila ia lemah dan mudah putus asa,
maka barisan pun akan mengikutinya. Bila ia tegar menghadapi berbagai bencana
dan berbagai tantangan, maka optimisme dan semangat pantang mundur akan
memenuhi jiwa bawahannya.
Kedua: Sebab-sebab yang Bersumber dari Individu
1. Watak Indisipliner
Di antara mereka ada yang tidak siap memikul beban-beban
tugas struktural. Karena itu, ketika mendapatkan tugas, ia berusaha kabur dan
melepaskan diri dari struktur dengan berbagai cara dan alasan.
Di antara mereka ada yang enggan meleburkan diri dalam
bangunan jama’ah, dan berkeinginan kuat menjaga kepribadiannya. Bila ia merasa
ada sesuatu yang dapat menyebabkan kepribadiannya melebur, atau pendapatnya
tidak diterima, maka ia berpaling dengan berlindung di balik tirai tebal dalih
dan alasan.
2. Takut Mati dan Miskin
QS An-Nisa: 120
QS Ali Imran: 175
QS Al-Fath: 11
QS Al-Jumu’ah: 6-8
QS Al-Ankabut: 10-11
QS Ali Imran: 168
“Surga itu dikelilingi dengan hal-hal yang tidak
menyenangkan, sedangkan neraka dikelilingi dengan syahwat (hal-hal yang
menyenangkan).” (HR Muslim, Ahmad, dan At-Turmudzi)
“Orang yang paling berat cobaannya adalah para nabi,
kemudian orang yang semisal dan seterusnya. Seseorang diuji sesuai dengan kadar
agamanya, bila ia kuat memegang agamanya, maka ujiannya amat berat, dan bila
ada kelemahan dalam memegang agamanya, maka akan diuji sesuai dengan kadar agamanya.
Cobaan akan selalu datang kepada hamba hingga ia dibiarkan berjalan di atas
bumi dengan tidak membawa dosa.” (HR Bukhari , Ahmad, dan At-Turmudzi)
“Orang yang paling berat ujiannya di dunia ini adalah nabi
atau kekasih pilihan Allah.” (HR Bukhari)
“Orang yang paling berat cobaannya adalah para nabi,
kemudian orang-orang shalih. Sungguh salah seorang mereka diuji dengan
kefakiran hingga tidak memiliki apa-apa kecuali selembar pakaian yang dipotong
lalu dipakai, dan ada di antara mereka diuji dengan kutu kepala yang
menyebabkan kematiannya. Sungguh salah seorang dari mereka merasa lebih
bergembira mendapatkan ujian daripada mendapatkan anugrah (pemberian).” (HR
Ibnu Majah)
“Celakalah hamba dinar, dirham, dan pakaian. Celaka dan
sengsaralah ia. Bila ia tertusuk duri, maka semoga tidak akan tercabut.” (HR
Ibnu Majah)
“Celakalah hamba istri.” (HR Bukhari)
3. Sikap Ekstrem dan Berlebihan
Sikap ekstrem dan berlebihan dapat menjadi penyebab
bergugurannya sebagian orang di jalan dakwah. Orang yang membebani diri
melebihi kemampuannya, tidak menerima sikap moderat, dan bersikeras untuk
berlebih-lebihan dalam segala hal, pasti akan mengalami frustasi kejiwaan dan
keimanan.
4. Sikap Mempermudah dan Menganggap Enteng
Dari ‘Aisyah ra. Rasulullah saw. bersabda, “Wahai ‘Aisyah,
jauhilah olehmu dosa-dosa yang dianggap kecil, sebab ia punya penuntut dari
Allah swt.” (HR Nasa’i dan lainnya)
Dari Anas ra. ia berkata, “Sesungguhnya kamu melakukan
beberapa amalan (dosa) yang menurut pandangan mata kamu lebih halus daripada
rambut, sedang kami pada masa Rasulullah saw. menganggapnya sebagai hal-hal
yang membinasakan.” (HR Bukhari)
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud ra., Rasulullah saw. bersabda,
“Jauhilah oleh kalian dosa-dosa yang dianggap kecil, sebab ia akan berhimpun
hingga membinasakan pelakunya.” Rasulullah saw. mengumpamakan dengan suatu kaum
yang singgah di tanah lapang, lantas juru masaknya datang, maka orang-orang
datang dengan membawa sebatang kayu, seorang lagi datang dengan membawa
sebatang kayu hingga terkumpul banyak, lalu mereka membakarnya, dan dapat
memasakkan sesuatu yang dilempar di dalamnya.” (HR Ahmad dan Ath-Thabrani)
5. Ghurur dan Senang Tampil
Faktor lain yang menjadi penyebab berjatuhan di jalan dakwah
adalah penyakit ghurur (tertipu oleh diri sendiri) dan senang menampilkan diri.
Penyakit batin ini sangat berbahaya, karena dapat menghancurkan jiwa para
aktivis dakwah, merusak amal, menghapus pahala dan mencelakakan mereka di
akhirat.
“Sesungguhnya apa yang aku takutkan terhadap ummatku adalah
syirik kepada Allah swt., saya tidak mengatakan mereka menyembah matahari, atau
bulan atau berhala, akan tetapi amal-amal yang ditujukan kepada selain karena
Allah swt, dan syahwat yang tersembunyi.” (HR Ibnu Majah)
(QS Al-Qashash : 83)
“Tiga perkara yang membinasakan: bakhil yang ditaati, hawa
nafsu yang diikuti, dan kekaguman seseorang terhadap diri sendiri.” (HR
Ath-Thabrani)
“Andaikata kamu tidak berbuat dosa, maka aku khawatir
terhadap kamu apa yang lebih besar daripada itu, yaitu sifat ujub.” (HR Ibnu
Hibban dan Baihaqi, sedang Bukhari mengingkarinya.)
‘Aisyah pernah ditanya, “Kapan seseorang dianggap berbuat
jahat?” Ia menjawab, “Bila menyangka telah berbuat baik.”. Mutharrif pernah
berkata, “Saya tidur semalam, dan bangun pada pagi hari dalam keadaan menyesal,
lebih aku cintai daripada aku bangun malam (sholat malam) dan di pagi harinya
aku merasa bangga (ujub).”
6. Cemburu terhadap Orang Lain
Di antara sebab yang membuat seseorang terjatuh di jalan
dakwah adalah cemburu buta terhadap orang lain. Terutama, terhadap orang-orang
yang terdepan, terpandang, sukses, dan yang dikaruniai keahlian yang tidak
dimiliki orang lain. Setiap jama’ah menghimpun barisannya dengan beragam jenis
orang yang memiliki tingkat keahlian berbeda. Begitu juga dengan keragaman
kepribadian, kejiwaan, kefanatikan dan pemikiran.
(QS Al-Maidah: 27-30)
(QS An-Nisa : 54)
“Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah saw. bersabda,
“Jauhilah olehmu prasangka (buruk), karena sesungguhnya prasangka (buruk) itu
perkataan yang paling dusta. Dan janganlah kamu mengorek-ngorek berita,
janganlah kamu memata-matai, janganlah kamu saling bersaing, janganlah kamu
saling mendengki, janganlah kamu saling marah, dan janganlah kamu saling
membelakangi (membenci). Jadilah kamu hamba Allah swt yang bersaudara
sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah swt. Seorang muslim adalah
saudara muslim lainnya, tidak boleh menzhaliminya, tidak boleh membiarkannya
(tidak menolongnya), dan tidak boleh menghinakannya. Taqwa itu di sini, taqwa
itu di sini (beliau mengisyaratkan ke dadanya). Cukuplah dosa seseorang kalau
dia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim lainnya haram
darahnya, kehormatannya dan hartanya.” (HR Bukhari dan Muslim)
7. Fitnah Senjata
Sikap ekstrem yang paling berbahaya adalah yang berkaitan
dengan penggunaan kekuatan. Karena hal itu dapat menimbulkan perkara yang
tidak hanya menimpa personal, tetapi juga dapat menimpa sebuah wadah pergerakan
secara keseluruhan.
Sebab timbulnya fitnah senjata:
Pertama, tidak jelasnya tujuan pembentukan kekuatan
Kedua, tidak memenuhi syarat penggunaan kekuatan
A. Mengoptimalkan penggunaan sarana-sarana lain
terlebih dahulu, sehingga penggunaan kekuatan fisik menjadi penyelesaian akhir
B. Menyerahkan persoalan pada kebijakan imam dan
jama’atul muslimin (khilafah Islam), bukan pada perorangan atau masyarakat umum
C. Tidak mengundang kerusakan atau fitnah
D. Tidak melanggar kebijakan syari’at
E. Disesuaikan dengan skala prioritas
F. Dipersiapkan dengan benar dan matang
G. Tidak gegabah dan reaksioner
H. Tidak menjerumuskan umat Islam dalam pertarungan
yang tidak seimbang
Ketiga: Sebab-sebab Eksternal
1. Tekanan Tribulasi
Tribulasi atau penyiksaan fisik dalam kehidupan dakwah dan
da’inya adalah alat pembersih paling efektif dan penguji paling berhasil.
Berapa banyak orang yang menghilang dari panggung amal Islami setelah mendapat
siksaan fisik. Padahal, sebelumnya mereka termasuk orang-orang yang paling
bersemangat. (QS Al-Ankabut: 1-3), (QS Muhammad: 31)
Allah swt. juga menjelaskan tipe-tipe manusia dalam
menghadapi tribulasi. Di antara mereka ada yang teguh dan sabar karena
mengharap pahala dari Allah (QS Ali Imran: 173), (QS Al-Ahzab: 22-23), dan di
antara mereka juga ada yang lemah, tidak mampu bertahan, dan akhirnya gugur dan
menghilang dari kancah pertarungan (QS Al-Ankabut: 10-11).
2. Tekanan Keluarga
Salah satu tekanan yang dihadapi oleh para aktivis
perjuangan Islam, dan terkadang mengakibatkan gugurnya sebagian dari mereka
adalah keluarga dan kerabat: ayah, ibu, istri, anak dan lainnya. Sedikit sekali
aktivis Muslim yang bisa terbebas dari tekanan keluarga. Sebab, secara umum
keluarga mengkhawatirkan kalau anak-anak mereka tertimpa derita seperti yang
sedang menimpa para da’i, mujahid (pejuang) dan para aktivis di sepanjang masa.
(QS At-Taubah: 24), (QS Maryam: 41-46).
3. Tekanan Lingkungan
Faktor lain yang menjadi penyebab bergugurannya sebagian
aktivis dari pentas dakwah adalah tekanan lingkungan. Seorang muslim terkadang
tumbuh dalam lingkungan yang komitmen terhadap Islam. Namun kemudian, karena
studi atau pekerjaan berpindah ke lingkungan lain, di mana pengaruh-pengaruh
negatif lebih banyak dan daya tarik jahiliyah lebih kuat, ia pun mudah
terpengaruh. Di sinilah pertarungan mulai berkecamuk, mungkin ia mampu bertahan
dan menang atau mungkin kalah dan terbawa arus.
Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang dapat dikalahkan
oleh tekanan lingkungan sangat banyak. Antara lain,
Mungkin dasar pembinaannya tidak benar. Misalnya ia masih
menyimpan keraguan dalam bidang aqidah atau menyembunyikan penyimpangan
perilakunya.
Mungkin komitmen ketika berada di lingkungannya didorong
rasa malu, taklid, dan ikut-ikutan, bukan berdasarkan kesadaran, kepahaman, dan
keimanan. Karena itu, ketika berpindah ke lingkungan lain, pudarlah komitmennya
bersamaan dengan hilangnya faktor-faktor yang membuatnya komitmen; rasa malu,
taklid, dan ikut-ikutan.
Mungkin di lingkungan keduanya, ia meninggalkan dunia dakwah
dan para aktivisnya, lalu bergabung dengan lingkungan jahiliyah dan
bergaul dengan teman-teman yang buruk. Sikap ini sangat berbahaya, membawa sial
dan dapat mengakibatkan berguguran, bila tidak mendapat pertolongan dan
pemeliharaan dari Allah swt.
4. Tekanan Gerakan Destruktif
Gerakan-gerakan destruktif selalu ada pada setiap waktu dan
tempat. Faktor yang bisa menjadikan para aktivis Islam berguguran di jalan
dakwah ini, selalu muncul dan bekerja keras menebarkan keraguan. Ibarat palu
godam yang dipersiapkan untuk menghantam gerakan Islam dan menghancurkannya dengan
mengatasnamakan Islam.
5. Tekanan dari Figuritas
Salah satu penyebab bergugurannya aktivis di jalan dakwah
adalah figuritas dan segala kaitannya yang tercakup dalam penyakit ujub (bangga
diri), ghurur (tertipu), terlalu mencintai diri sendiri, sombong dan egois.
Penyakit inilah yang menyebabkan kebinasaan iblis yang membanggakan dosanya.
(QS Al-A’raf: 12)
Wallahu ‘alam bishshawwab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar